Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem
ekonomi komando, Sistem ekonomi pasar, maupun Sistem ekonomi campuran. Sisten
ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila, yang di dalamnya
terkandung demokrasi ekonomi maka dikenal juga dengan Sistem Demokrasi Ekonomi.
Demokrasi Ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh, dan
untuk rakyat di bawah pengawasan pemerintah hasil pemilihan rakyat. Dalam
pembangunan ekonomi masyarakat berperan aktif, sementara pemerintah
berkewajiban memberikan arahan dan bimbingan serta menciptakan iklim yang sehat
guna meningkatkan keejahteraan masyarakat.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonom Indonesia, secara umum adalah :
1.Faktor produksi
2. Faktor investasi
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5. Faktor keuangan negara
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonom Indonesia, secara umum adalah :
1.Faktor produksi
2. Faktor investasi
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5. Faktor keuangan negara
Landasan perekonomian Indonesia adalah pasal 33 Ayat 1, 2,
3, dan 4 UUD 1945 hasil Amendemen, yang berbunyi sebagau berikut :
1) Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan;
2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara da menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara;
3) Bumi, air, dan kekayaan
ala yang terkandung si dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besranya kemakmuran rakyat.
4) Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Selain tercantum dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945, demokrasi ekonomi
tercantum dalam Tap MPRS No. XXII/MPRS/1996 sebagai cta-cita sosial dengan
ciri-cirinya. Selanjutnya, setiap Tap MPR tentang GBHN mencantumakn demokrasi
ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan dengan ciri-ciri posiif yang
selalu harus dipupuk dan dikembangkan.
Ciri-ciri positif diuraikan dalam poin-poin berikut :
a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan;
a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan;
b) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara da menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara;
c) Bumi, air, dan kekayaan ala yang terkandung si dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besranya kemakmuran rakyat.
d) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
e) Warga memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan dan penghidupan yang layak;
f) Hak milik perseorangan diakui pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat;
g) Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan salam
batas-batas yang tidak merugikan kepentngan umum;
h) Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara dgunakan dengan pemufakatan
lembaga-lembaga perwakilan rakyat;
i) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Adapun ciri
negatif yang harus dihindari dalam sistem perekonomian kita karena bersifat
kontradiktif dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. Free Fight Liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
2. Etatisme, yakni keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang bersaing secara sehat.
3. Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan yang melakukan monopoli (Monopolis)
1. Free Fight Liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
2. Etatisme, yakni keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang bersaing secara sehat.
3. Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan yang melakukan monopoli (Monopolis)
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia
menganut sistem ekonomi Pancasila dan Ekonomi Demokrasi, namun bukan berarti
sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia,
awak tahun 1950-an sampai tahun 1957 merupakan bukti sejarah adanya corak
liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme,
pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa
Orde Baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1965 sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah, yang mana diantaranya adalah:
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1965 sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah, yang mana diantaranya adalah:
- Program Banteng (1950), yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
- Program / Sumtro Plan (1951)
- Rencana Lima Tahun Pertama (1955 – 1960)
- Rencana Delapan Tahun
Namun
demikian semua program dan rencana tersebut tidak membuahkan hasil yang berarti
bagi Perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang
menyebabkan kegagalan
adalah:
- Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik dan bukan pada masalah ekonomi.
- Dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dilaokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
- Terlalu singkatnya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk. Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti pada saat itu. Akibnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas.
- Program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Keputusan individu/pribadi dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan negara.
- Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (Liberalis, 1950 – 1957) dan (Etatisme 1958 – 1965)
Akibat yang
ditimbulkan dari sistem yang pernah terjadi di Indonesia pada periode tersebut
dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
- Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi yang membawa dampak menurunnya nilai eksport
- Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek “Mercu Suar”
- Defisit anggaran negara yang makin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
- Laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,8 % yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2 %.
Sumber :
http://tokotuaforex.blogspot.com/2013/06/sistem-ekonomi-indonesia.html